Oleh: Al Jupri
Waktu itu saya dan serombongan kawan-kawan bepergian dari Bandung ke Jakarta. Kalau saya tak salah, jumlah kami waktu itu ada 10 orang beserta Pak sopir. Di antara kawan-kawan saya itu ada seorang yang sangat pandai, sebut saja ia itu si Jenius. Saking pandainya, tingkahnya bisa dikatakan aneh alias berbeda dengan kebanyakan orang normal biasanya. Karena kawan-kawan kami yang lain tahu sifat si Jenius tadi, mereka tak mau duduk di sebelahnya. Wajar karena si Jenius tersebut sifatnya introvert, susah diajak ngobrol. Kalaupun mau diajak ngobrol, paling responnya berupa senyuman, geleng kepala, atau paling banter mengatakan “iya”. Continue reading