Teman-teman, “Pernak-pernik Dapur” dan Matematika

Oleh: Al Jupri

Sejak Desember 2006 hingga akhir Agustus 2007 ini, saya tinggal bersama teman-teman dalam satu flat, di students’ house, di salah satu provinsi di negeri Belanda, Utrecht. Teman-teman saya itu adalah mahasiswa dan mahasiswi dari Utrecht University, tempat di mana saya sekolah sekarang ini.

Awal-awal tinggal dengan mereka, saya merasa kurang enak juga. Maklum karena harus menyesuaikan diri dengan situasi, kondisi, budaya dan kebiasaan yang berbeda.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya saya pun terbiasa juga. Saya bisa bergaul dengan mereka. Saya bisa ngobrol dengan mereka. Mulai dari hal-hal sepele hingga masalah keyakinan. (Obrolan masalah keyakinan ini pernah saya ceritakan pada artikel sebelumnya. Klik ini!).

Mereka semua adalah anak-anak cerdas, terpilih masuk universitas. Kenapa bisa saya katakan mereka itu cerdas-cerdas? Di negeri Belanda, mahasiswa menduduki status yang sangat tinggi, diakui masyarakat sebagai kaum intelektual, karena tak mudah menembus universitas. Yang bisa masuk univeristas itu hanyalah siswa-siswi yang bisa dibilang sangat cerdas, sekitar 10% siswa-siswi top di sekolahnya. Tidak semua siswa bisa masuk universitas. Mengingat sejak mereka lulus sekolah dasar, mereka sudah dipilah. Siswa yang unggul dalam ke”bahasa”an disebut siswa-siswi tipe \alpha. Sedang siswa-siswi yang unggul dalam science dan matematika disebut siswa-siswi tipe \beta. Hanya kedua tipe siswa inilah yang bisa masuk universitas setelah mereka lulus sekolah menengah. Sedangkan siswa-siswi lain yang tidak termasuk salah satu dari kedua tipe tadi, mereka masuk ke sekolah kejuruan (dan tak bisa masuk universitas, kata teman-teman saya sih begitu).

Oh iya, gambar teman-teman saya itu seperti tampak berikut ini.

al jupri

Gambar 1. Daniel, Lisette, Johanes, Arjan, Bas, Jeroen, dan Wendy (Berlawanan arah putaran jarum jam ngelihatnya). Sedangkan saya, ada di belakang kamera. Gambar diambil saat ngobrol, kumpul-kumpul bersama.

Teman-teman saya itu adalah mahasiswa dari beragam disiplin keilmuan. Ada yang dari disiplin sejarah, tata kota, fisika, sosiologi, dan desain. Sedangkan saya sendiri mengambil research and development in mathematics education.

Hidup dengan mereka, saya bisa banyak mengambil pelajaran. Pelajaran bagaimana caranya hidup mandiri, mengurus diri, menyelesaikan beragam permasalahan juga sendiri. Dari ngobrol-ngobrol dengan mereka, saya jadi tahu bahwa mereka sudah harus berani hidup mandiri sejak mereka lulus sekolah menengah, mereka harus sudah belajar lepas dari orang tua, tinggal terpisah dengan mammie dan pappieh mereka.

Walau saya dan mereka hidup satu atap, tapi untuk mengurusi masalah perut, mereka sudah terbiasa masak sendiri-sendiri. Masak sesukanya. Tidak pernah seorang teman memasak untuk teman lainnya, kecuali bila ada acara makan-makan bersama. Masaknya pun terbatas hanya untuk dirinya. Tak peduli apakah temannya itu sudah makan atau belum, mereka cuek saja makan untuk dirinya. Baik laki atau wanita, mereka harus bisa masak sendiri, untuk dirinya.

Untuk urusan yang satu ini, saya termasuk minder, karena tak bisa masak. Masakan saya “itu-itu” juga.

Berikut ini gambar beberapa teman saya ketika sedang masak buat makan masing-masing.

dsc00628.jpg

Gambar 2. Bas mau menguliti kentang dan Arjan sedang menggoreng sesuatu

 

Tampak dari gambar suasana dapur yang sederhana. Walau tampak sederhana, sebenarnya fasilitas di sana sangatlah lengkap, nyaman, dan sangat canggih. Yang jarang sekali saya alami ketika hidup di Indonesia tercinta.

Tampak dari Gambar 2 di atas, suasana dapur penuh dengan pernak-pernik masing-masing. Tak hanya bahan makanan dan alat-alat masak, ada juga hal-hal “gila” mereka yang terpampang di tiap lemari makanan mereka.

Satu contoh hal “gila” dari mereka itu, yang kebetulan berbahasa Inggris, seperti tampak berikut ini.

dsc00634.jpg

Gambar 3. Gambar yang saya ambil di lemari makanan milik Arjan

 

Contoh ke”gila”an teman saya yang lain, yang bisa dibilang sangat mencintai dan menggilai matematika itu tampak seperti berikut ini.

dsc00622.jpg

Gambar 4. Gambar milik Jeroen (Mahasiswa Fisika)

Untuk Gambar 4., belum jelas ya? Nih dia saya perjelas seperti tampak berikut ini.

dsc00623.jpg

Gambar 5. Bagian atas dari Gambar 4 yang diperjelas

Bagaimana, apakah Anda mengerti maksud simbol-simbol matematika tersebut? Bila belum mengerti, silakan bertanya pada yang mengerti!

Oh, iya. Bagian Gambar 4 yang tengah itu jelasnya seperti tampak pada Gambar 6 berikut ini.

dsc00624.jpg

Gambar 6. Bagian tengah dari Gambar 4 yang diperjelas.

Bagaimana, apakah Anda mengerti dengan Gambar 6 ini? Setidaknya untuk mengerti gambar ini, Anda perlu sudah belajar tentang konsep bilangn kompleks dalam matematika. (Silakan baca-baca, misalnya di Wikipedia).

Lho, kok jadi ke matematika ya? Iya ya, aneh juga. Padahal saya mau cerita kehidupan teman-teman mahasiswa di negeri Belanda. Tapi, anehnya, ada saja hal-hal berbau matematika. Saya jadi sangat bersyukur, sehingga saya bisa menampilkannya di sini, jadinya sesuai deh dengan slogan blog ini. Hehe…. 😀

Sebetulnya, masih banyak yang ingin saya ceritakan. Namun, terlalu panjang bila saya teruskan tulisan ini. Jadinya, saya cukupkan sampai di sini saja ya. Mudah-mudahan Anda senang membaca tulisan-tulisan di blog ini.

=======================================================

Ya sudah sampai di sini saja dulu ya. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Amin.

Catatan: Tulisan ini saya peruntukkan untuk teman-teman satu flat saya itu, sebagai bentuk perpisahan. Karena akhir bulan Agustus 2007 ini, kontrak saya di students’ house tersebut harus berakhir, dan saya harus pindah ke tempat lain. Selamat tinggal teman-teman. Bye-bye. Daaaaag… =;

16 Comments

Filed under Curhat, Iseng, Kenangan, Matematika, Pembelajaran, Pendidikan, Renungan

16 responses to “Teman-teman, “Pernak-pernik Dapur” dan Matematika

  1. Asyik ya bisa kumpul-kumpul dengan teman-teman yang berbeda budaya, jadi iri neh.Kapan ya saya bisa jalan-jalan ke nergeri kincir angin ?

    Kali ini irit selembar kertas hvs deh .Seperti biasa saya selalu menyiapkan kalkulator , pensil, dan kertas siap-siap bermain angka-angka yang di sajikan.

    Sepertinya saya bertambah tua nih , habisnya tiap mampir ke sini membuat dahi saya bertambah kerut aja, ha ha.Bercanda lho.
    _________
    Al Jupri says: Iya mba…, saya bisa kenal adat, budaya, dan kebiasaan mereka. Lho, kok irit mba? Bukannya di artikel ini juga ada matematikanya, yang perlu minimalnya selmbar kertas? Itu tuh yang gambar ke’gila”an temen-temen saya. Oh, iya. Maaf ya kalau suka bikin dahi berkerut. Tapi, suka juga bukan? Itung-itung latihan kan? Hehehe… 😀

  2. Pengalaman yang mengasyikkan, ya, Pak , bisa hidup berbaur bersama dengan orang-orang yang berbeda budaya. Tapi jauh dari sikap2 norak dan benci. Agaknya gaya dan pola hidup semacam itu perlu diterapkan di negeri kita. Diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, antaretnis, dan golongan perlu segera ditanggalkan. Ok, salam, Pak Jupri. Saya tunggu di tanah air. Tapi jangan lupa oleh2nya lho, Pak? :mrgreen:
    *lagi nulis buku nggak rampung2*
    ______________
    Al Jupri says: Iya, Pak. Kalau sikap norak dan benci, saya ga tahu ya, Pak. Kalau temen-temen saya sih, sepertinya baik-baik saja ke saya dan ke yang lainnya. Ya, salam juga ke bapak deh. Insya Allah, saya kembali tahun 2008. Oleh-olehnya ya, Pak? Hehehe… :mrgreen: (selamat nulis saja deh, mudah-mudahan segera kelar. Jangan ngeblog melulu dong, Pak. Hehe… :mrgreen: )

  3. 😆 gambar-gambar “gila”-nya lucu banget! ada lagi engga?
    ____________
    Al Jupri says: Masih banyak, kang Spitod. cuma dalam bahasa Belanda. Mau? Hehehe… 😀

  4. Walaaah…. kalau nggak bisa masak gampang kan? ‘Kan ada bitterballen yang tinggal dicemplugin ke dalam minyak aja, atau pasta yang ragoût bisa beli yang udah jadi tinggal dicampurin aja, rasanya sih tidak menjamin, hehehe…. Tapi ‘kan di Utrecht banyak ‘kan Indonesian ingredients?
    Hahaha…. yang gambar i dan π lucu sekali, yang π bilangan real yang i bilangan irrasional ya? Bener nggak? Soalnya dah lupa mana yang rasional, mana yang irrasional.. hehehe…..
    _____________
    Al Jupri says: Haha… iya, Pak. Cuma ya itu, perlu hati-hati, perlu dilihat ke-halal-an makanannya.

    Oh, iya. Di Utrecht banyak kok makanan Asia dan Indonesia (beli di toko centraal, toko China).

    Oh, iya lagi. Bilangan i itu bilangan imajiner, di mana i = \sqrt{-1}. Sedangkan untuk \pi adalah bilangan irrasional yang nilainya sekitar 3,14.... Mudah-mudahan ingat lagi. Hehe… 😀

  5. SQ

    wah, rame juga ya mas jupri ? ngumpul2 sama teman2 kaya gitu, saya juga punya mimpi ingin pergi abroad, tapi gak pernah kesampaian..he..he,

    ternyata dari ceritanya, banyak juga ya terdapat perbedaan budaya. Joke dan habitnya, tapi ngomong-ngomong, western people memang suka kaya gitu ya bila dah akrab…(suka ngomong sedikit jorok..he..he)
    __________
    Al Jupri says: Iya, rame. Mudah-mudahan mimpinya jadi kenyataan. Sebenarnya mas SQ sangat berpeluang, apalagi kan mas SQ bener-bener bisa bahasa Inggrisnya. Hehehe…. 😀 Iya temen-temen saya emang kayak gitu, kalau sudah kenal, ya joke2nya begitu… 😀

  6. Heuheuheuhe
    $sudo make me a sanwich
    $bikin aja sendiri xixixixiix
    gila kompienya menolak perintah sudo kakakkaka
    _________
    Al Jupri says: Huahahaha… Kangguru bisa saja… 😀

  7. O iya… kang Jupri… itu satu apartemen berapa orang memangnya?? Kok sepertinya bejubel banget. Itu semua teman2 satu apartemen atau satu gedung blok apartemen? 😀
    ________
    Al Jupri says: Dalam satu flat yang kami tempati, ada 10 kamar besar. Masing-masing ya kami tidur di kamar masing-masing. Gambar yang saya pajang di artikel ini, itu cuma di ruang tamu sekaligus dapur doang. Makanya kelihatan bejubel. Hehehe… 😀

  8. Tuh ngobrolnya pake bahasa Inggris atau apa Mas Jupri?
    Iya, hidup di multikultural gitu awalnya pasti syok.. hehe.. Tapi memang jadi banyak belajar dari budaya2 yg beda2 itu..
    Tuh temennya cinta banget ama matematik ya, sampe pernak perniknya kreatif gitu.. hehe..
    Pernak pernik dapur Mas Jupri apa?
    _______
    Al Jupri says: Kalau saya ikut nimbrung, karena saya mahasiswa asing, ya mereka pake bahasa Inggris. Tapi, kalau mereka-mereka sendiri sih pake bahasa Belanda. Kalau saya mah ga punya pernak-pernik. Biasa-biasa saja… Hehehe… 😀

  9. Seru juga mas perjalanannya 😀
    _______
    Al Jupri says: Iya nih. Salam kenal ya… 😀

  10. harus berakhir ya mas?
    kok ga bisa diperpanjang?
    apa karena bkn student lg?
    __________
    Al Jupri says: Iya nih mas. Ga bisa diperpanjang karena kontraknya emang sampai segitu (kalau mau memperpanjang, saya telat bikin kontrak baru). Lagipula di students’ house itu mahal sekali… Hehehe… 😀

  11. cK

    pengen study abroad 😦 *mupenk*

    btw pindahnya ke tempat yang enak ga? ngomong2 pindah, sama donk kayak orang ini. :mrgreen:
    ________
    Al Jupri says: Mudah-mudahan iya, jadi study ke abroad. Pindahannya ya… gitu deh…. :mrgreen:

  12. Mas Jupri, sekarang flat student house di Utrecht berapa perbulan (inclusief )?

    Kalau dulu, masih (kira-kira kalau di uro’kan) sekitar 180 an gitu. Itupun sudah termasuk belasting, gas, air dan jatah internet unlimited 10mbps. Sudah beda jauh sekarang?
    ____________
    Al Jupri says: Wah Bang Aip ini kok namanya ganti? 😀

    Students’ house yang deket kampus, sekarang ini kebanyakan berkisar €550. Kalau yang agak jauh dari kampus berkisar € 375 (Denger-denger sekarang naik lagi hargannya). Dan di students’ house itu, luar biasa fasilitasnya (pokoknya oke punya, semuanya inklusief, lengkap. Dengan koneksi internet supercepat yang pernah saya rasakan dan unlimited).

    Tapi, karena kemahalan (maklum jatah uang yang saya terima, minimalis. Jadinya harga segitu sangat muahal bagi saya). Makanya pindah deh….

    Btw, kapan ya bisa ketemu Bang Aip? Hehe… 😀

  13. little_@

    Multikultural? bisa cerita lebih panjang lagi? sedang dapat job nulis multilkultural di buletin kampus. thanks
    ___________
    Al Jupri says: Ga, ga multikultural kok. Yang jadi mahasiswa asingnya cuma saya di flat yang saya tempati itu. Lebih multikulutural kehidupan mahasiswa di Indonesia (misal, ada mahasiswa dari Jawa, Sunda, Batak, Kalimantan, Padang, Aceh, Papua, Maluku, Sulawesi, NTT, NTB, dll). Iya, engga? 😀

    Oh, iya. Ceritanya, nanti-nanti saja ya…

    Ya silakan menulis saja, mudah-mudahan tugasnya beres. 😀

  14. menarik.. dan menarik… salah satu hobi sayah adalah ingin bertemu dengan orang2 multikultural hihihihi….
    *kapan yah bisa ketemu seperti diatas*
    :mrgreen:
    __________
    Al Jupri says: Ayo mas ke sini… 😀

  15. asik ya… *mupeng ON*
    _______
    Al Jupri says: 😀

  16. Salam kenal dari Santi di Chicago, mas Jupri.

    Senangnya baca2 mgn orang yg tinggal di Belanda, secara saya bolak balik tinggal di sana, total 8 tahun, *masa kecil di Wassenaar, S2 di A’dam, kerja di A’dam* sebelum pindah ke Chicago tahun 2004.

    Itu mengenai yg bisa masuk Univ, setau saya semuanya pada akhirnya bisa masuk univ. Benar bahwa dari SD udah discreen, terus kalu pinter langsung bisa ke univ setelah SMA, sedangkan yg kurang langsung divonis untuk masuk kejuruan. Tapi nanti setelah lulus kejuruan, mereka bisa juga nerusin ke univ gitu .. selama mereka lulus ujian masuk. Ini saya tahunya dari temen kantor saya di A’dam yg akhirnya bisa masuk Univ setelah melalui perjalanan panjang berliku2 krn dia udah kadung divonis sebagai ‘kurang cemerlang’ semasa SD.
    _________
    Al Jupri says: Salam kenal juga nih mba…. Makasih atas info tambahannya. Saya memang dapat info tsb dari teman-teman saya, mungkin kurang lengkap, dan saya cuma nulis pengalaman ini berdasar cerita-cerita mereka saja. Belum saya cek… makasih ya… 😀

Leave a comment