Semuanya Karena Cinta

Oleh Al Jupri

“Mengapa Allah Swt menciptakan alam semesta beserta isinya dengan manusia sebagai khalifahnya? Mengapa Allah menciptakan surga dan neraka? Apa untungnya bagi Allah menghadiahi Surga bagi mereka yang beriman dan mengganjar Neraka bagi mereka yang membangkang?”

Itulah sekumpulan pertanyaan yang dilontarkan salah seorang teman beberapa waktu lalu, saat kami dalam perjalanan. Disodori pertanyaan-pertanyaan seperti itu, bagi saya, cukup sulit untuk menjawabnya. Tetapi karena itu hanyalah diskusi biasa antar teman, saya pun berusaha menjawabnya, sebisa-bisanya.

Sudah bermacam-macam jawaban saya berikan. Tapi sayang, semuanya, katanya belumlah tepat. Saat saya tanyakan apa jawabnya, dia malah memberi tempo pada saya untuk terus mencari jawab atas sekumpulan pertanyaan tadi. Sampai suatu hari, saat jumpa dengannya, dengan rasa penasaran yang memuncak saya pun tak kuasa untuk tidak bertanya padanya.

“Apa sih jawabnya?” tanya saya dengan tak sabar, menahan rasa ingin tahu yang mendalam.

“Mmm… semua itu karenaaaa…. cinta! Ya Karena Allah Swt mencintai mahluknya!” kata teman saya santai. Jawaban itu, katanya, adalah jawaban seorang ulama besar yang disodori pertanyaan-pertanyaan yang terpampang di atas.

Tapi sebagai mahluk berpikir, saya tergelitik untuk mempertanyakan jawaban tersebut.

“Kalau memang Allah mencintai mahluknya, mengapa ada yang kafir dan ada yang beriman hingga mereka mendapat balasan berbeda (ada yang bakal masuk Surga, ada yang bakal ke Neraka), di mana letak cintanya Allah kalau begitu?”

Jawab teman saya, “Allah sudah sangat adil, Allah sudah membuktikan cintanya pada semua mahluknya. Caranya adalah dengan adanya petunjuk berupa ajaran-Nya yang lurus, ajarannya yang benar, yang dibawa oleh para nabi dan rasul-Nya.”

Saya terdiam mendengar jawab teman saya tersebut, berusaha mencernanya.

“Karena mencintai pada hakikatnya adalah menunjukkan jalan yang lurus, jalan yang benar, jalan yang diridhoi oleh-Nya. Bukan jalan sesat, bukan jalan yang tidak diridhoi oleh-Nya. Dan Allah sudah melakukannya! Perkara ada manusia yang tidak beriman, itu adalah tanggung jawab manusia itu sendiri yang tidak mau berpikir, tak mau menerima cinta Allah yang Maha Pengasih,” kata teman saya dengan penuh semangat.

***

Terlepas apakah Anda setuju atau tidak dengan pernyataan-pernyataan teman saya tadi, saya tertarik dengan salah satu pernyataannya bahwa mencintai pada hakikatnya adalah menunjukkan jalan yang lurus, jalan yang benar, jalan yang diridhoi oleh-Nya. Saya pikir pernyataan ini sifatnya universal dan dapat diterima oleh kita semua secara akal sehat.

Mencintai pada hakikatnya adalah menunjukkan jalan yang lurus, jalan yang benar, jalan yang diridhoi oleh-Nya. Pernyataan ini sungguh terngiang-ngiang dalam ingatan saya. Hingga saya berpikir bahwa andaikan hal ini diterapkan dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan matematika, maka sungguh indah sepertinya. Seperti apa contohnya?

Contoh pertama, misalnya, guru matematika yang baik dan benar tidak akan memberi contekan jawaban saat Ujian Nasional kepada siswa-siswinya. Bagi guru yang melakukan hal ini sama artinya dengan menjerumuskan siswa-siswinya kepada jalan yang salah, jalan yang tersesat. Guru matematika semacam ini pada hakikatnya tidak mencintai siswa-siswinya. Guru yang semacam ini hanya mementingkan kepentingan sesaat: mereka tampak mencintai tapi sebetulnya adalah cinta yang semu, gombal semata!!! Contoh ini sengaja saya kemukakan karena saya sering mendengar bahwa masih ada guru matematika yang memberi contekan jawaban saat ujian nasional berlangsung, karena khawatir siswa-siswinya tidak lulus. Bahkan yang melakukannya tidak orang-perorang, melainkan dilakukan secara bergerombol dan sistematis!  Karena itu, selaku pribadi, saya mohon maaf bila ada yang tersinggung dengan artikel saya kali ini.

Contoh kedua, masih sering terdengar adanya guru matematika yang merasa bangga bila siswa-siswinya tak mampu menjawab soal-soal buatannya saat ulangan harian (ujian sekolah). Guru semacam ini merasa pintar, merasa paling hebat karena siswa-siswinya tak mampu menjawab. Parahnya guru semacam ini menganjurkan pada siswa-siswinya untuk mengikuti bimbingan tes yang menawarkan trik-trik menjawab soal dan penggunaan rumus ‘cepat’ (tanpa penjelasan asal-usulnya)–yang cenderung menyesatkan. Bila masih ada guru semacam ini, saya pikir, patut dipertanyakan rasa cintanya pada siswa-siswinya. Karena mencintai itu pada hakikatnya adalah menunjukkan pada jalan yang benar, jalan yang lurus. Tentu masih banyak contoh lain bagaimana seorang guru matematika mencintai murid-muridnya.

Dalam hal lain, dalam dunia cinta-kasih misalnya, sepasang kekasih dikatakan saling mencintai bila mereka saling menunjukkan pada jalan yang benar, jalan yang tidak sesat, jalan yang tak menjurus pada maksiat–yakni jalan yang sesuai ajaran-Nya, ajaran Allah Swt. Sebagai manusia adalah sebuah fitrah mencintai lawan jenis kita. Tetapi semua itu  ada aturannya, ada batasan-batasannya, mana yang boleh mana yang tidak diperkenankan. Mana yang benar  dan mana yang salah. Karena itu, saya berharap, semoga bagi muda-mudi yang sedang dalam ‘masa seperti ini’ bisa mengambil pelajaran (kalau ada) dengan membaca artikel ini. Amin.

Catatan penting banget: Artikel ini ditulis untukmu, seseorang, yang kupanggil Cinta.:D

==================================================

Ya sudah, segitu saja ya jumpa kita kali ini. Semoga artikel ini ada manfaatnya bagi kita semua. Mohon maaf bila ada pihak-pihak yang kurang berkenan.

Sampai jumpa di artikel mendatang!

=======================================================

Catatan yang wajib dibaca:

Saya melarang siapapun Anda yang berminat menerbitkan ulang baik sebagian atau seluruhnya dari karya-karya (tulisan-tulisan) saya di blog ini tanpa seijin dari saya. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih!

20 Comments

Filed under Agama, Bahasa, Cerita Menarik, Curhat, Harapan, Indonesia, Iseng, Kenangan, Matematika, Matematika SD, Matematika SMA, Matematika SMP, Matematika Universitas, Menulis, Pembelajaran, Pendidikan, Pendidikan Matematika, Renungan, Sains, Sastra

20 responses to “Semuanya Karena Cinta

  1. Terima kasih Mas 🙂

    Karena mencintai adalah menunjukkan jalan yang benar. Sepakat.

  2. Yudi

    Ya Allah SWT lindungilah Pak Jupri salah satu sahabat saya ini yang kekeh memperjuangkan kejujuran sejawat Guru Matematika dalam meloloskan anak didiknya dari jeratan UAN Mata Pelajaran Matematika. Amin.

  3. Kalau cinta semu sama cinta di dunia maya lain ya?? Huehehe…..

    Iya betul….. walaupun kita mencintai seseorang tetapi rambu2 harus tetap diperhatikan, jangan sampai hanya menikmati kesenangan sesat sesaat tetapi tidak memikirkan konsekuensi buruknya yang bisa berlangsung lama. Jadi tetap harus dengan langkah2 yang bijaksana….

    Bagi yang tengah jatuh cinta…. saya dukung dari jauh aja deh…. Jangan terlalu terburu-buru, fikirkan persiapan hingga matang, tetapi juga jangan kelamaan, salah2 nanti bukannya matang malah jadi hangus! **emangnya makanan** huehehe…. :mrgreen:

  4. adipati kademangan

    Langsung teringat dengan tafsir surat Al Fatihah.

  5. Yudi

    Jadi teringat pertanyaan anak tetangga sebelah yang ke 11. Om yudi kalau garis lurus itu mendatar atau vertikal, gimana cara buktiin kemiringannya sama dengan nol. Yudi kan cuma dikit pengetahuannya, ya saya jawab dari sononya pakai cara Liebniz tur gunakan y(t+h)=c juga kek yang di y(t)=c, e dia main mata, sembari jawab no no no honey, kaccau deh. Ketimbang ntar terjadi selingkuh,Yudi nanya Pak Jupri aja ah.

  6. Yudi

    Sepertinya dia ndak serius nanyanya, ya biasa ABG. Tapi yang saya tangkap dia punya garis tegak di y=c sembarang yang konstan. Apa yang dia maksud dengan kemiringan yang dihitung dari garis singgung y’ = dy/dx itu ya Pak Jupri. Bingung sayanya, langsung dijawab nol kayak yang di wiki dia ndak mau, yang pakai limit h mendekati nol dari [y(x+h)-y(x)]/h=(c-c)/h=0 itu. Terus mau diapakan lagi. Makanya saya nanya ke Pak Jupri.

  7. Wahyu sajahh

    Menurut dx, jawaban permasalahan tentang “Apa untungnya bagi Allah menghadiahi surga . . .” adalah harus di tanyakan kepada-Nya. Apa iya kita yang harus menjawabnya. Masalah berikutnya adalah dapatkah kita memahami keterangan-keterangan dari-Nya baik yang langsung maupun yang tidak langsung baik yang tersurat maupun yang tersirat? Mungkin ada kaitannya dengan pengertian istilah Zat, sifat, asma, dan ‘af’al. Tetapi ide tentang bukti nd pengertian CINTA dx sangat satuju.

  8. Abas

    Saya angkat topi dach sama bung yudi ini. Komennya selalu on the topic. Tadinya saya pikir membuktikan kemiringan garis tegak itu sepele. Kalau saya jawab pakai definisi gradien persamaan garis lurus m=(y2-y1)/(x2-x1) ntar saya malah keledek bung yudi, “itu kan sudah dari sononya”. Mudah-mudahan ada Professor Matematika yang bisa menjelaskan hal sederhana ini.

  9. Sungguh, saya mencintai semua siswa saya..he he Emang siap tuh yg panggil “Mas”?

  10. dHiniE

    emank bnr pa yg dah d’crtain d’atas..
    yank nm’a cnt itu gak harus d’lihat dengan mata ajgh tapi yank lbh pentink itu bs d’rsain dlm ht..
    Gak smua dlm cnt harus da pembuktian scra fsik tapi scra hati nurani,,itu yank lbh pentink…
    ^_^

  11. Dedi

    Cinta, ya cinta itulah karena kita terlahir.
    saya (ga tahu klo yg lainnya) terlahir karena cintanya ayah dan ibuku, tubuhku ini dari semenjak menempel di dinding rahim, telah berbalut dengan cinta dan do’a, begitu terlahir sampai bisa menulis disini tak terlepas dari cinta ayah dan ibu serta orang-orang baik disekitarku. Tuhan memberikan cintanya kepada mahluk ternyata untuk disalurkan kepada yg lain, dan Alhamdulillah sekarang karena cinta ku terhadap istriku telah terlahir mahluk mungil yang menunggu cinta ku selanjutnya untuk mereka bisa melanjutkan rasa cinta itu kepada mahluk-mahluk mungil selanjutnya dan begitu seterusnya. bersyukurlah hidup ini bergelimpang cinta,

  12. Dengan cinta itu,
    bagaimana seorang hamba mencintai Allah, serta meraih cinta Allah dan segala yang dicintai-Nya..

    Dengan benci,
    bagaimana seorang hamba-“PUN” membenci segala yang dibenci Allah,…

Leave a reply to Al Jupri Cancel reply